Kamis, 20 Agustus 2015

“Kerinduan di atas Bumi Minyak dan Bumi Kimaam”


 
Minas, 10 Agustus 2015
            Semua yang berawal dari perkenalan yang tidak disengaja. Berawal dari sebuah group Organisasi yang menyatukan kita dalam satu wadah komunikasi Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Se-Indonesia. Itu pertama kali kita berkenalan via BBM. Berharap suatu saat kita dapat bertemu secara langsung.
            Do’a kita pun diijabah, dan kita bertemu di Ibukota di saat kita menjalani tugas menjadi Mahasiswa tingkat akhir di Rumah Sakit yang tak kalah nge-trend nya yang berada di Jakarta Pusat. Kita sama-sama di jurusan perkuliahan yang sama. Walau kita di tempatkan pada rumah sakit yang berbeda. Namun kita tetap menjaga komunikasi.
            Kini, sudah satu setengah tahun kita tidak berjumpa. Rasa rindu dari Bumi Minyak ini teruntuk yang terkasih disana. Yang sedang menjalankan tugas pengabdian untuk Negeri tercinta yang harus berpisah dan rela meninggalkan kehidupanmu selama ini, kehidupan di Kota Metropolitan itu, keluarga, teman-teman,dan segala fasilitas yang kamu miliki untuk selama dua tahun yang datang.
            Ingatkah kamu, waktu pertama kita berjumpa di TMII? Kita janjian untuk bertemu disana karena rencana aku menemani kamu untuk turun memberikan penyuluhan ke salah satu posyandu di desa kawasan Bekasi batal dikarenakan tidak bisa keluar dari peradaban dengan derasnya hujan yang membasahi Ibukota saat itu dan juga menimbulkan banjir dimana-mana. Disaat kamu melihat ku sudah berada di hadapanmu saat itu, kamu langsung memelukku erat. Benar-benar begitu hangat, aku merasa mempunyai seorang kakak. Lalu kita berjalan-jalan. Karena kita lagi isengnya, kita berfoto di Rumah Adat “Rumah Gadang”, Sumatera Barat. Sehubungan akan dilaksanakannya satu minggu lagi  Sarasehan Nasional di bumi Minang itu. Lalu, kita bercerita seolah-olah kita sudah dahulu datang lebih awal dari delegasi lainnya dari seluruh Nusantara.
            Kamu mengajarkanku tentang hal yang tak ku mengerti. Segala sesuatu yang sedikit menjanggal. Kamu tak mikir-mikir ingin bertukar pikiran dan berbagi ilmu. Kita terjebak dalam hujan. Kita berjalan bersama dalam kemerlapan malam dan hujan seolah memberi pesan bahwa inilah kebersamaan, inilah persahabatan. Sehingga malam itu, kita sama-sama terjebak, terjebak hujan dan terjebak “tak tahu arah jalan pulang”. Untung saja ketika itu kita bertemu dengan orang baik yang mengantarkan kita ke depan pintu gerbang masuk. Subhanallah, kita masih selamat.
            Semua kata rindumu semakin membuatku tak kuasa. Aaa… kamu Debby, selalu saja membuat ku tak kuasa menahan tetesan air mata. Sesekali terucapkan kata yang kurang logis, “Seandainya kakak mau pinjemin pesawat komersialnya, pasti aku bakal kesana deh bawain rumah kamu, eh foto rumah kamu jadilah, hehe…”. Terkadang “ketidakwarasan” dari kita sesama kita yang menjadi suatu keakraban diantara kita. “Ketidakwarasan” yang menjadi julukan bagi para anti-mainstream. “Anti-mainstream” yang awalnya dari teman-teman angkatan kamu di NS, satu-persatu mereka berkenalan dan berteman denganku. Dengan senang hati mengajak ku untuk ke tempat pengabdian mereka.
“Ayo, main-main ke Marore Island, perbatasan dengan Philiphine. Lautnya begitu indah, loh.”
“Ayo, Neng, ke Nunukan. Nanti kita naik gunung di perbatasan Malaysia dengan jarak ke sana itu 25 km.” Wow!! Amazing kan ya….
“Marabe, Ayo main-main ke Ndao. Disini bakalan nguji adrenalin mengarungi Samudera Hindia.”
Yang membuat ku makin rindu dengan ajakan kamu tentunya.
“Fikaaa…. Kamu kesini aja bareng aku di Kimaam. Disini kan masih kurang satu orang Nakes Gizi menurut Per.Menkes. Aku merasa sepi disini… L
            Disaat kamu berkomunikasi dengan ku, baik itu sms maupun telefon. Selalu saja kamu mengungkapkan rasa rindu, rasa bahagia, rasa termotivasi dengan adanya kita yang selalu tetap solid. Hidup itu indah ketika kita menjalaninya bersama-sama, saling berbagi, memberikan motivasi dan inspirasi serta bermanfaat bagi orang lain. Maka dari itu, lakukanlah yang terbaik.
            Sekarang sudah jalan tiga bulan ya kamu di sana. Waktu tak akan terasa lama, jalani saja. Ya, disini aku hanya bisa melihat foto kamu dan aku, mengingat kembali cerita dan membaca cerita, pengalaman yang pernah ada, yang kita ukir bersama. Tenanglah, aku akan selalu ada untukmu dan mensupport kamu yang jauh di Merauke sana.
            Suatu hari, tidak seperti biasanya. Kamu datang menghubungi ku, awalnya senang berbagi cerita. Tapi… diakhir perbincangan, kamu mengatakan “Aku sekarang benar-benar rapuh. Aku butuh motivasi dari kamu. Aku tunggu ya…”.Selesai…..
            Malam itu, aku benar-benar tak habis pikir apa yang telah terjadi denganmu disana? Ya, namanya juga hidup bersama orang-orang baru, pagi-siang-malam, pagi lagi, siang lagi dan datang malam lagi, begitulah seterusnya akan bertemu, tinggal di satu atap dengan orang-orang yang sama. Orang-orang yang memiliki cita-cita, visi-misi yang sama dengan kamu. Perbedaan tidak akan membuat perpecahan. Perbedaan justru akan menghasilkan suatu kreativitas kinerja yang baik. Harus tanamkan jiwa integritas dalam diri masing-masing.
            Dalam perjalanan keesokan harinya, aku hanya melihat di sekelilingku, kiri-kanan pohon-pohon sawit dan pipa-pipa panjang yang melintang di pingir-pinggir jalan. Ya, ini tempatku, “Diatas Minyak Dibawah Minyak”. Lalu, sepintas dari dalam pikiranku, dan tertuliskan ini untukmu…….

Alam ini begitu indah…..
Mungkin kamu tak seperti teman-teman yang lain
Dimana di tempat pengabdian,
Mereka disuguhi dengan bukit, air terjun,pantai
Yang alamnya begitu indah dan memanjakan mata
Tapi, yakinlah kamu pasti bakal nemui sesuatu yang lebih indah
Diatas “Bumi Kimaam” itu…
Ada secercah cahaya,
Ada sebutir embun
Yang mengawali indahnya pagi
Disaat Sang Mentari memperlihatkan wujudnya
Ayo !! Temukan itu disana

Tenanglah, Sahabat. Aku tidak akan membiarkanmu merasa “rapuh”. Tidak !! Tidak akan. Lihatlah, alam ini indah loh.. Tak seharusnya kau bersedih. I’ll always beside you, Dear… forever.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar